a. Proses Perdagangan dan Penyebaran Islam
Seperti telah diuraikan, masuknya agama Islam ke Indonesia terjadi melalui proses perdagangan. Para pedagang Indonesia yang telah berhubungan dan bergaul dengan bangsa-hangsa lain di kota-kota dagang internasional menjadi kelompok sosial yang paling berpengaruh atas kelompok lainnya di Indonesia pada abad ke-12 sampai dengan 17 M. Melalui golongan ini, agama Islam menyebar di seluruh wilayah Indonesia.
b. Proses Hubungan Sosial yang Terbuka
Hubungan sosial yang terbuka antara para pedagang dan masyarakat serta dengan para wali sangat berpengaruh terhadap proses penyebaran Islam. Melalui hubungan yang saling terbuka di antara pedagang atau di antara orang-orang bukan pedagang dan pedagang serta hubungan antara para wali dan penduduk setempat, terjadilah mobilitas sosial dalam masyarakat Indonesia baik secara vertikal maupun horizontal.
Secara vertikal, mobilitas sosial yang terjadi ditandai dengan semakin banyaknya pedagang yang beragama Islam yang memperoleh keuntungan dari kegiatan dagangnya. Para pedagang tersebut menjadi kelompok yang memiliki kekayaan cukup banyak dibandingkan dengan kelompok lainnya. Mereka mampu meningkatkan status sosialnya sehingga disegani oleh golongan lain.
Menurut catatan perjalanan Tome Pires, yang mengunjungi pelabuhan Tuban dan Gresik pada 1514, di kota-kota tersebut telah terdapat pedagang Islam yang kaya dari generasi ketiga yang juga berfungsi sebagai penguasa-penguasa di pelabuhan. Oleh karena kekayaannya dan status sosialnya yang tinggi, para pedagang pelabuhan Tuban dan Gresik memiliki otonomi yang kuat dan disegani oleh para penguasa Majapahit.
c. Daya Tarik dan Kedudukan Pedagang Islam
Status tinggi dan terhormat yang dimiliki golongan pedagang Islam mendorong golongan lain untuk memasuki bidang perdagangan. Untuk memudahkan aktivitas sebagai pedagang, golongan tersebut berusaha untuk memeluk agama baru, Islam. Islam dan dagang merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan pada zaman ramainya perdagangan di perairan Nusantara abad ke-12 sampai 17 M. Memeluk agama Islam bagi sebagian golongan masyarakat akan mempermudah hubungan dagang dengan dunia dagang internasional.
Para pedagang dari Gujarat, Arab, Persia, dan Benggala, serta para pedagang Nusantara yang berhubungan dagang dengan Malaka memiliki kedudukan yang tinggi. Golongan elit politik di Jawa dan Sumatra yang masih dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu dan Buddha memandang para pedagang memiliki kedudukan yang tinggi. Kekayaan, agama, dan kebudayaannya merupakan unsur prestise yang dipandang tinggi oleh para penguasa pedalaman sehingga mendorong golongan elit (penganut Hindu dan Buddha) untuk memeluk agama baru, yaitu Islam.
d. Daya Tarik Ajaran Islam
Bagi masyarakat golongan bawah adanya pandangan Islam mengenai kedudukan pedagang yang terhormat dalam masyarakat menjadi daya tarik tersendiri. Agama baru ini tidak membeda-bedakan asal usul keturunan, bangsa, dan kedudukan sosial seperti dalam sistem kasta agama Hindu. Dengan agama baru tersebut, status golongan ini tidak lagi dianggap sebagai golongan bawah. Oleh karena tidak memiliki sistem kasta ditambah dengan syarat yang mudah untuk memeluknya, agama Islam mudah sekali menyebar di kalangan rakyat golongan bawah yang ingin diakui keberadaannya oleh golongan lain.
e. Mobilitas dan Migrasi Para Pedagang Islam
Semakin banyak golongan pedagang dan golongan pemeluk baru Islam, maka terjadilah mobilitas sosial secara horizontal. Mobilitas tersebut ditandai dengan semakin banyaknya persebaran para pedagang di seluruh pelabuhan Nusantara dan persebaran penduduk penganut agama Islam di daerah sekitarnya.
Setelah penduduk di kota-kota pelabuhan dagang di Sumatra dan Jawa memeluk Islam, maka penduduk pesisir di Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku pun mengikuti langkah yang sama. Lahirnya kerajaan-kerajaan Islam di Sumatra dan Jawa disusul lahirnya kerajaan-kerajaan baru di kawasan Indonesia bagian Timur.